Siapa yang tidak tahu Angklung? Alat musik bambu ini sudah cukup melekat di benak masyarakat Indonesia sejak kecil. Instrumen ini cukup kecil, namun memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan performa musik yang megah dan menawan. Sebagai salah satu instrumen musik tradisional Indonesia, sudah sepantasnya kita mengetahui lebih jauh mengenai alat musik ini.
Deskripsi Angklung
Angklung pada dasarnya terdiri dari dua hingga empat batang bambu yang saling terhubung secara lepas pada suatu frame bambu berbentuk persegi, yang kemudian dieratkan dengan tali rotan. Bambu-bambu yang terpasang di dalam frame tersebut bergerak bebas ketika instrumen Angklung digoncangkan atau digetarkan, menciptakan bunyi nada tertentu.
Nada-nada yang dihasilkan dari setiap potongan bamboo tersebut tidak serta-merta cocok dengan nada tertentu. Setiap batang bambu yang akan dipasang harus dilubangi pada sekitar dua pertiga sisinya dengan bentuk persegi. Sisi bawah batang bambu tersebut haruslah ditutup. Karena itu tidak jarang begitu banyak pengrajin Angklung mengambil batang bambu yang tepat berada di sela horizontalnya.
Berbeda panjang batang, berbeda pula ukuran volume yang ada dalam sebuah batang bambu. Sehingga, volume yang berbeda tentu akan menghasilkan bunyi not yang berbeda. Itulah sebabnya, setiap Angklung memproduksi hanya satu nada tertentu. Pada umumnya, batang yang berukuran lebih besar akan memproduksi not yang lebih rendah, dan sebaliknya, batang yang ukurannya lebih kecil akan memproduksi not yang lebih tinggi.
Pembuatan Angklung pada umumnya memakan waktu tiga hingga enam bulan mulai dari pemilihan bambu, perendaman batang bambu di dalam air, pembersihan, penjemuran, hingga pemotongan dan pembentukan untuk menghasilkan not yang diinginkan. Angklung tradisional biasanya menggunakan skala nada pentatonik. Namun, ada juga yang menggunakan tangga nada diatonik, yaitu Angklung Padang.
Seorang pemain instrumen Angklung akan memainkannya dengan cara memegang batang bambu dengan salah satu tangan, sementara tangan yang lain akan berperan dalam menggoncangkan dan menggetarkannya. Itulah sebabnya, permainan Angklung memerlukan lebih dari satu orang untuk memainkan berbagai nada yang kemudian akan menghasilkan alunan melodi yang indah.
Dalam teknik bermainnya, satu orang pemain musik dapat memegang dua hingga tiga instrumen Angklung secara bersamaan. Semakin banyak Angklung yang dimainkan, semakin banyak pula variasi nada dan melodi yang bisa dihasilkan. Kebanyakan tim musik tradisional memiliki sepuluh hingga tiga puluh lebih orang sebagai pemain Angklung.
Sejarah Angklung
Selama perkembangannya, tidak begitu banyak yang mengetahui asal usul atau sejarah dari alat musik tradisional ini. Dahulu kala, Angklung dalam bentukan asalnya diperkenalkan bersamaan dengan kedatangan kebudayaan Hindu di Indonesia, tepatnya di pulau Jawa. Saat itu, orkestra tradisional seperti gamelan belum sepenuhnya terakulturasi dengan kebudayaan setempat.
Pengenalan akan alat musik tradisional Angklung ini dulunya sangat erat dihubungkan dengan seni tari tradisional yang disebut kuda kepang. Kemudian, ketika instrumen-instrumen kebaratan yang lebih menarik dan enak didengar mulai bermunculan, perlahan ketertarikan akan alat musik bambu ini semakin meningkat. Sejak saat itu, semakin banyak orang yang tertarik untuk mempelejari dan memainkan alat musik Angklung.
Perjalanan instrumen ini tidak hanya di seputar Indonesia, namun juga sudah melanglangbuana hingga ke berbagai negeri di seluruh belahan dunia. Pada tahun enam puluhan, seorang guru musik Indonesia yang cukup tersohor, Pak Kasur, diundang untuk datang ke Singapura dalam sebuah misi untuk menyebarkan kebudayaan Indonesia.
Dalam beberapa hari waktunya di Singapura, Pak Kasur menyempatkan diri untuk mengajari anak-anak sekolah dasar setempat mengenai cara bermain alat musik Angklung. Perbuatan beliau berbuah manis. Sekolah dan pemerintah setempat berniat untuk melestarikan pembelajaran musik melalui metode yang pak Kasur terapkan. Radio setempat bahkan mempromosikan tiga belas seri musik Angklung dalam empat bahasa resmi.
Hingga kini, perkembangan musik Angklung terus berusaha dilestarikan. Berbagai cara ditempuh untuk menjaga agar alat musik bambu tradisional ini tidak hilang dari kebudayaan Indonesia. Mulai dari menerapkannya dalam pelajaran seni musik tingkat taman kanak-kanak dan sekolah dasar, hingga mengikutsertakannya dalam kompetisi orkestra instrumen daerah tingkat internasional.